Ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam mencapai puncak kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah. Para ulama terkemuka menyusun Al-Kutub As-Sittah (Kutubus Sittah) pada era ini.
Kutubus Sittah adalah kumpulan enam kitab-kitab hadits yang disusun oleh ulama pada masa Dinasti Abbasiyah. Kitab yang termasuk dalam Kutubus Sittah adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.
Umma Farida dalam tulisannya yang berjudul Al-Kutub As-Sittah: Karakteristik, Metode, dan Sistematika Penulisnya, mengatakan bahwa enam kitab yang termasuk dalam Kutubus Sittah adalah yang paling banyak dijadikan pedoman di kalangan umat Islam dari banyaknya kitab hadits yang ada.
Berikut enam kitab hadits yang termasuk dalam Kutubus Sittah beserta profil penulisnya.
1. Al-Jami’ As-Shahih Al-Bukhari
Kitab Shahih Bukhari ditulis oleh Imam al-Bukhari. Kitab ini memiliki nama lengkap al-Jami’ al-Musnad as-Shahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Sunanih wa Ayyamih.
Kitab ini memuat hadits-hadits tentang hukum, keutamaan amal, etika pergaulan, sejarah, dan berita tentang kejadian-kejadian di masa mendatang.
Imam Bukhari lahir di Bukhara pada Jumat, 13 Syawal 194 H dengan nama lengkap Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari.
Sejak usia 10 tahun, Imam Bukhari sudah mulai mengkaji hadits. Lalu, pada usianya yang ke-11 tahun ia sudah berani mengoreksi ulama yang keliru dalam menyampaikan hadits. Hal ini diceritakan oleh Waraqah Muhammad ibn Abi Hatim al-Warraq.
Ia mengatakan, “al-Bukhari menyampaikan kepadaku, “Saya mendapat ilham untuk menghafal hadis ketika masih di sekolah dasar.” Saya bertanya, “Berapa usiamu pada saat itu?” Ia menjawab, “Sekitar 10 tahun.”
Ketertarikan Imam Bukhari untuk mendalami ilmu hadits sangat besar. Di usia 16 tahun ia telah menghafal matan hadits kitab Abdullah ibn al-Mubarak dan Waki’ ibn al-Jarrah lengkap dengan sanadnya.
Imam al-Bukhari mendapat gelar Imam al-muhadditsin fi al-hadits atas kepandaiannya dalam studi hadits. Beberapa guru Imam Bukhari antara lain Yahya ibn Ma’in, Ibn Rahawaih, Ahmad ibn Hanbal, dan Ali ibn al-Madini. Adapun, murid-muridnya antara lain Imam Muslim, At-Tirmizi, dan An-Nasa’i.
2. Al-Jami’ As-Shahih Al-Imam Muslim
Kitab ini disusun oleh Imam Muslim. Kitab yang dikenal dengan Shahih Muslim ini memiliki judul lengkap al-Jami’ al-Musnad as-Sahih al-Mukhtasar min as-Sunan bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasulillah SAW.
Imam Muslim juga hanya fokus pada hadits shahih saja layaknya Imam Bukhari. Ia juga melakukan sistemisasi kitab hadits yang disusunnya.
Penulis Shahih Muslim ini lahir di Naisabur, sebuah kota kecil di Iran bagian timur laut pada tahun 204 H. Beberapa sumber lain menyebutnya lahir pada 206 H.
Seperti halnya Imam Bukhari, ia tekun mengkaji hadits sejak kecil, tepatnya di usia 12 tahun. Pada waktu itu ia belajar hadits di Makkah.
Imam Muslim banyak menghabiskan waktunya untuk belajar hadits ke berbagai wilayah. Ia mempelajari hadits dari Yahya ibn Yahya dan Ishaq saat di Khurasan. Kemudian, ia belajar hadits dari Muhammad ibn Mahran, Abu Ghassan, dan lainnya tatkala di kota Ray.
Saat di Hijaz, ia mengkaji hadis pada Sa’id ibn Mansur dan Abu Mus’ab. Di Irak, ia mempelajari hadis dari Abdullah ibn Maslamah dan Ahmad ibn Hanbal. Adapun di Mesir, ia belajar dari Harmalah ibn Yahya, Amir ibn Sawwad dan lainnya.
3. Sunan Abu Dawud
Sunan Abu Dawud merupakan kitab hadits yang disusun oleh Abu Dawud. Kitab hadits ini disusun berdasarkan bab-bab fikih. Sebab, Abu Dawud memang hanya fokus pada hadits-hadits yang berkaitan dengan fikih dan masalah hukum saja.
Abu Dawud lahir pada 202 H di Sijistan, Basrah, dan dididik dalam lingkungan keluarga yang agamis. Ia memiliki nama lengkap Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’as ibn Ishaq ibn Basyir ibn Syidad ibn Imran al-Azdi as-Sijistani.
Penyusun Sunan Abu Dawud ini mulai melakukan rihlah ilmiyyah yang kala itu menjadi salah satu syarat dalam menuntut ilmu khususnya hadits, sekitar umur 20 tahun. Perjalanan pertama yang ia tempuh kala itu ke Baghdad, sebelum akhirnya ke Hijaz, Mesir, Irak, Syam, Khurasan, Basrah, dan Nasaibur.
Pengetahuan Abu Dawud dalam bidang hadits semakin diakui ketika ia bermukim ke Basrah. Gubernur setempat kala itu sampai meminta Abu Dawud untuk hijrah ke Basrah dan menyampaikan ilmunya di sana.
4. Sunan At-Tirmidzi
Sunan At-Tirmidzi disusun oleh Imam At-Tirmidzi. Kitab hadits ini memiliki judul asli al-Jami’ al-Mukhtasar min as-Sunan ‘an Rasulillah.
Kitab hadits karya Imam At-Tirmidzi disusun pada masa keemasan dalam sejarah perkembangan hadits, yakni pada abad ke-3 H. Pada masa ini para ulama termasuk Imam Tirmidzi melakukan penyempurnaan hadits.
Imam At-Tirmidzi memiliki nama lengkap Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah ibn Musa ibn ad-Dahhak as-Sulami al-Bughi at-Tirmidzi. Ia lahir pada 209 H dan wafat di usianya yang ke-70.
Imam At-Tirmidzi mengalami kebutaan semasa hidupnya. Para ulama berselisih pendapat mengenai kondisi yang dialami Imam At-Tirmidzi ini, apakah buta ini dialaminya sejak lahir atau ketika di usia tuanya.
Ia belajar hadits di sejumlah tempat, seperti Hijaz, Khurasan, Irak, dan lainnya. Beberapa gurunya antara lain Qutaibah ibn Sa’id, Ishaq ibn Rahawaih, Abu Mus’ab az-Zuhri, Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Muhammad ibn Amr as-Sawwaq, Ismail ibn Musa al-Fazari, Bisyr ibn Mu’az al-‘Aqadi, Qutaibah ibn Sa’id dan lainnya.
5. Sunan An-Nasa’i
Sunan An-Nasa’i disusun oleh Imam An-Nasa’i. Kitab ini memuat 5761 hadits Nabi Muhammad SAW. Hadits yang ada dalam kitab ini berkualitas shahih dan tidak terdapat hadis berkualitas dhaif di dalamnya.
Kitab hadits ini disusun berdasarkan bab-bab fikih. Imam An-Nasa’i hanya mencantumkan hadits-hadits marfu’ (yang bersumber dari Nabi SAW). Hanya sedikit hadits yang bersumber dari sahabat.
Imam An-Nasai lahir pada 215 H di kota Nasa’, salah satu wilayah di Khurasan. Ia memiliki nama lengkap Ahmad ibn Syu’aib ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr ibn Dinar al-Khurasani an-Nasa’i, dan dijuluki Abu Abd ar-Rahman an-Nasa’i.
Ia telah menghafal Al-Qur’an dan mengkaji ilmu-ilmu agama sejak kecil kepada para gurunya. Bahkah, ia pernah berguru secara khusus kepada Qutaibah ibn Sa’id al-Baglani al-Balkhi untuk mendalami ilmu hadits.
Imam An-Nasai melakukan rihlah ilmiyyah untuk belajar ilmu hadits ke Syam, Mesir, Irak, dan Hijaz sejak usia 15 tahun. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengamalkan ilmunya di Mesir dan bermukim di sana.
Beberapa gurunya antara lain Ishaq ibn Rahawaih, Hisyam ibn ‘Ammar, Ziyad ibn Yahya al-Hasani, Tamim ibn al-Muntasir, Abu Qudamah Ubaidillah ibn Sa’id, Utbah ibn Abdillah al-Marwazi, Umar ibn Zurarah, Muhammad ibn Ubaid al-Muharibi, Muhammad ibn al-‘Ala’ al-Hamdani, Yusuf ibn Isa az-Zuhri dan lainnya.
6. Sunan Ibnu Majah
Sunan Ibnu Majah merupakan kitab hadits yang disusun oleh Ibnu Majah. Hadits yang terdapat dalam kitab ini merupakan hadits yang maqbul (dapat diterima).
Ibnu Majah memanfaatkan muqaddimah dalam kitabnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan hadits Nabi SAW dan ilmu hadits. Ia menyusun kitab hadits dengan berorientasi pada pokok bahasan fikih, seperti lima ulama lainnya.
Ibnu Majah lahir pada 209 H dengan nama lengkap Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid ibn Majah ar-Ruba’i al-Qazwaini. Ia rajin mempelajari ilmu agama terutama hadits sejak masih kecil.
Seperti kelima ulama sebelumnya, Ibnu Majah melakukan rihlah ilmiyyah ke sejumlah daerah untuk belajar hadits langsung dari para guru hadits terkemuka. Di antaranya ke Kufah, Madinah, Makkah, Basrah, Mesir, dan Syria.
Beberapa guru Ibnu Majah antara lain Mu’ab ibn Abdillah az-Zubairi, Muhammad ibn Abdillah ibn Namir, Jubarah ibn al-Muglis, Abu Bakr ibn Abi Syaibah, Muhammad ibn Rumh, dan Hisyam ibn Ammar.
Dari enam kitab hadits tersebut, Shahih Bukhari menempati urutan pertama dalam Kutubus Sittah yang sering dijadikan pedoman para ulama.
(eramuslim)